Cerita Seks Teman Kantorku Yang Keren – Nama panggilanku Dewi. Aku berusia 25 tahun dan bekerja di sebuah perusahaan swasta di Surabaya pada posisi yang cukup menyenangkan baik secara status maupun secara ekonomi. Aku seorang blasteran Jawa-Jepang, namun secara fisik, banyak orang mengira aku keturunan Chinese karena warna kulitku putih dan mataku tidak lebar. Rambutku pendek seleher.
Aku tergolong wanita yang kurus dengan tinggi badan 176 cm dan berat 59 kg. Namun aku merasa memiliki bentuk tubuh yang bagus, dengan kaki yang panjang, dan payudara yang tidak beWi namun padat dan kencang. Sejak remaja, kehidupan seksualku tergolong cukup ‘bebas’ untuk orang Indonesia. Selama aku cocok dan dia cocok, aku easy going sajalah. Mungkin sikap ini juga yang membuatku belum mendapatkan pasangan ‘resmi’ hingga sekarang, tapi…who cares? aku toh enjoy aja dengan ini semua.
Tak terasa, aku sudah bekerja hingga pukul delapan malam. Karena AC yang kurang bagus, aku merasa kegerahan dan haus. Aku ingat, di luar bilik kecil ini, di dekat lift, ada sebuah dispenser air minum, aku segera berdiri dan keluar dari ruang itu untuk mengambil air minum. Ketika aku membuka pintu, aku melihat seorang pria sedang mengambil air di dispenser itu, nah, aku lega bahwa ternyata dispenser itu bekerja. Aku segera menghampiri dispenser itu, mengambil gelas, dan menuangkan air ke gelasku.
Pria yang sedang minum tadi tersenyum menyapaku, aku tersenyum balik, sekedar ramah tamah basa basi. Pria itu berbadan beWi, tingginya sekitar 180-an lebih tinggi dariku yang tergolong jangkung. Ia tidak terlalu kurus atau gemuk, meskipun tidak juga berbentuk seperti binaragawan. Tubuhnya terbungkus rapi oleh kemeja warna hijau muda dan di lehernya terikat dasi bercorak ramai khas Gianni Versace. hot kissWajahnya pun biasa saja, tampang orang pengejar karir di usia pertengahan dua puluhan. Saat itu aku gaaemani Angga teman kerjaku, hanya kamu beda ruang.
Ada yang aneh di pikiranku. Aku merasakan ada gairah yang mendorongku untuk berhubungan lebih intim dengan Angga. Padahal orangnya biasa saja, kulitnya putih, rambutnya cepak, wajahnya biasa saja meski ukuran tubuhnya memang cukup beWi untuk ukuran orang sini. Tapi cara dia bicara, cara dia tersenyum, cara dia memandang mataku, benar-benar hangat, namun tidak nakal atau kurang ajar. Nyatanya, ia tidak berusaha mencuri pandang ke arah yang tidak-tidak seperti pria lainnya yang pernah ketemu aku. Hmm…kira-kira apakah dia ada keinginan untuk making love denganku atau tidak yaa?
Selagi aku asyik mengkhayalkannya, terdengar ketukan di pintu. “Masuk!” Kataku sambil berharap bahwa itu adalah Angga. Ternyata benar, Angga berdiri di pintu itu sambil menenteng tas notebook di tangan kanannya. Dasinya telah dilepas, dan kancing bajunya terbuka yang di atasnya. “Gimana, udah selesai?” Tanyanya.
“Iya, udah, tapi sewa overtime nya sampai jam sepuluh nih, jadi masih rugi kalau aku tinggalkan sekarang!” Aku mencoba mengajak bercanda. “Haha, pelit juga kamu, Wi! Boleh aku masuk?”
“Silakan aja, asalkan kamu ngga keburu pulang.”
“Ah, nggak kok, ini kan Jumat, biasanya juga pulang telat.”
“Biasanya kemana aja kalau Jumat malam?”
“Paling-paling pergi sama teman2 main badminton atau basket.”
“Oh, seru dong? Apa sekarang nggak gaaungguin teman2nya?”
“Ah, mendingan juga di sini nemenin Reni. Sekali2 boleh kan ganti suasana?”
Kami kembali tertawa-tawa.
Ia duduk di meja kerja, sementara aku duduk di kursi kerjaku yang tadi.”Wah, panas sekali di sini…AC-nya kurang bagus yah?” Katanya sambil menggulung lengan bajunya ke atas, dan membuka satu lagi kancing baju di dadanya. Aku menahan diri untuk tidak melihat ke arah rambut2 di dadanya.
“Wi, kamu nggak panas pakai blazer di ruang kaya gini?” Tanyanya dengan nada yang terkesan wajar, meski mungkin saja tujuannya nakal. “Well, sebenarnya iya sih…boleh nggak aku copot blazernya?”
“Hahaha, kok pakai minta izin segala sih? Memangnya aku papa mertua kamu?”
Humornya membuatku tertawa geli, tapi juga sekaligus membuatku ingin berbuat lebih jauh dengannya. Maka aku berdiri dari kursi, dan melepaskan blazerku dengan gaya yang aku buat2 agar nampak seksi. Aku menunggu apa reaksi dia kalau dia melihat bahwa ternyata kemeja yang aku kenakan ini tidak berlengan, sehingga kehalusan bahuku bebas dilihatnya.
“Wah, ternyata nggak ada lengannya toh? Bisa-bisa nanti orang hanya menempelkan selembar kain saja pada di bawah blazer.” Candanya mengomentari.
“Sialan, aku kira kamu akan bilang aku seksi, gaa!” Jawabku menggoda. “Hah? wah, kalau itu sih…apa kamu masih kurang yakin? sampai-sampai aku perlu meyakinkan diri kamu lagi?”
“Hihihi, ada-ada saja. Tapi thanks lho!” Kataku sambil mengerdipkan mata.
Lalu dengan gaya yang kocak ia menceritakan bahwa seorang pialang saham ulung akan lebih merasa tersanjung bila dipuji atas kepandaiannya memasak daripada atas kepiawaiannya menganalisis saham. Wow, aku jadi merasa tersanjung juga karena itu berarti dia mengakui keindahanku. Tiba-tiba dia berkata lagi: Judi Poker
“Kamu nggak minta dipijitin sekalian, Wi? Kan kalau di film-film semi, adegan cewe buka blazer dilanjut dengan adegan pijit itu trus berlanjut dengan adegan yang biasanya disensor?”
Ya ampun…caranya begitu gentle sekali dan sama sekali nggak kurang ajar… Aku jadi luluh juga dibuatnya, dan aku jadi rela untuk menyerahkan tubuhku padanya…meski sebenarnya akulah yang menginginkannya. Aku segera menjawab:
“Terserah deh, tapi nggak usah disensor juga nggak apa2 kok.” “OK deh, itu berarti adegan yang disensor itu bisa aja dilakukan nanti?” Katanya, sambil berdiri di belakang kursiku dan mulai memijit bahuku. Kami terdiam sejenak, ia memijit bahuku lewat kemejaku. Rasanya mantap juga, tapi tali bra yang kukenakan terasa menyakitkan sedikit.
Dan dia bukannya tak tahu itu, ia menyingkapkan kemeja tanpa lenganku ke bawah, sehingga kini pundakku terpampang di hadapannya.
“Huh, tali ini menggangguku memamerkan keahlianku memijit!” Katanya sambil menyingkirkan tali bra ku ke samping, aku jadi merasa begitu seksi, gaaelanjangi perlahan-lahan seperti ini membuat pikiranku jadi aneh-aneh.
“Mmm…enak sekali gaa…” Kataku sambil menikmati pijitannya yang cium003memang nikmat dan membuatku menggeliat-geliat sedikit.
Tangannya dengan mantap memijiti pundak dan leherku, membuatku merasa begitu rileks, dan terus terang saja…terangsang. Tiap kali jemarinya yang hangat itu menyentuhku, rasanya begitu nikmat hingga aku mengerang keenakan. artseks.com
“Mmm…mmm…aduuh, enaknyaa…boleh juga tangan kamu, gaa!”
“Eh, rintihannya jangan dibuat-buat gitu dong! Nanti aku jadi ingin mijit bagian yang lain!”. Ia membuatku jadi makin terangsang dengan pilihan katanya yang selalu di luar perkiraanku.
“Berarti kalau aku merintih-rintih yang dibuat-buat, kamu pijit bagian yang lain yah?”
“OK! Setuju!” Candanya dengan nada seperti orang sedang rapat kampung. “Aahhh … Mmmmhhh …. Ohhh Yesss”
Rintihku aku buat-buat sambil bercanda. Tiba-tiba tangannya langsung turun meremas kedua payudaraku yang masih terbungkus bra itu. Tangannya diam di situ, dan dia bilang:
“Tuh kan? apa aku bilang? kalau kamu buat-buat gitu, tanganku jadi memijit bagian yang lain!” Katanya sambil bercanda…padahal aku sudah mabuk kepayang dan ingin tangannya segera meremas kedua payudaraku. “Udahlah gaa…be serious for now, I want it, please.” Kataku dengan nada serius.
“Well…OK, I wanted to do it too, but now I got your permission!” Katanya.
Ia pun langsung menurunkan bra-ku kebawah, hingga kedua susuku kini terbuka lebar. Ia memutar kursiku hingga kami kini berhadapan. Ia berlutut di depanku, matanya menatap mataku yang telah sayu terlanda birahi. Aku menggerakkan tanganku untuk melepas kacamata minusku, namun ia menghalanginya.
“Nggak apa-apa, Wi…Aku senang melihat kamu dengan kaca mata itu…seksi sekali!” Katanya sambil mengedipkan mata kiri.
Tanpa banyak kata, ia lalu memajukan kepalanya dan mengulum bibirku, aku terpejam ketika merasakan lidahnya menerobos mulutku. Aku agak terkejut ketika ia melepaskan bibirnya dari bibirku. Belum sempat aku membuka mata, aku sudah merasakan jilatan lidahnya membasahi leherku yang jenjang, merambat menyusuri bahuku…hangat sekali rasanya. “Ngggg…..” Aku mulai merintih pelan sambil menengadahkan kepalaku. Sementara lidahnya melingkar-lingkar mengolesi leherku, turun ke belahan dadaku … menari-nari di situ … uhh … aku semakin tak karuan rasanya.
“Teaser! Please … suck my nipples, bite ’em hard!” Aku meracau tak karuan.
“Wah … ketahuan nih, udah pengen yaaa?” Godanya nakal. Aku sudah kesetanan, segera kudekap kepalanya dan kutarik mendekati dadaku, dan kubusungkan kedua dadaku agar ia segera mengulum puting susuku. Dia malah berkata lagi:
“Iya, iya aku tahu maksudnya kok….sslurp”
“Uhgkk” Mulutnya menangkap pentil susuku yang kanan, lidahnya menjilat-jilat lembut, aduuuh…rasanya geliii dan nikmaaat sekali…aku menggelinjang-gelinjang menahan geli yang luar biasa, lidahnya seperti melingkar-lingkari pentil susuku dengan cepat namun lembut. Begitu gelinya hingga punggungku terlepas dari sandaran kursi dan melengkung seperti busur panah. Ohhh….
Kini lidahnya berpindah ke puting susuku yang kiri, mengait-ngaitnya… misionarisAduuhhhh aku semakin lupa daratan, Aku nggak tahu kenapa, tapi jilatan Angga rasanya begitu berbeda, benar-benar membuatku seperti melayang-layang kegelian, rasanya seluruh badanku kehilangan energi … lemaas sekali, tapi terasa nikmaaat sekali.
Puting susuku yang kanan kini dipilin-pilinnya…
Uhhhfff … Kedua pentil susuku yang sensitif ini menjadi bulan-bulanan mulut rakus Angga, aku merintih dan mengerang sebisaku, keringatku mulai menetes, rasanya sulit sekali untuk bernafas teratur, tiap kali menarik nafas selalu terhenti oleh rasa geli yang menyengat puting susuku. Tiba-tiba ia berhenti.
Lanjut ke halaman berikutnya…
Pages: 1 2