Cerita Seks Iseng-iseng Belajar Hipnotis – Iseng saja sebenarnya, aku belajar hipnotis. AKu belajar dari seorang master hipnotis. Tak ada maksud apa-apa. Kurang lebih sebulan setelah belajar, aku dirasa mampu untuk mempraktekkan ilmuku. Aku awalnya praktek kepada seorang sukarelawan yang ditunjuk oleh masterku.
Intinya hipnotis itu adalah dengan menggunakan objek, yang mana korban harus paling tidak konsentrasi ke objek tersebut. Sebenarnya amat susah kalau menghipnotis seseorang apalagi orang itu bukan yang kita kenal. Kurang lebih setelah dua bulan lamanya aku pun sudah bisa menggunakan ilmu hipnotis. Hipnotisku adalah dengan objek perkataan dan gambar spiral.
Aku masih SMA kelas 2. Tak ada yang menarik pada diriku, cuma anak sekolahan biasa. Satu-satunya yang menarik mungkin kak Ratih. Orangnya sudah kuliah, cantik dan banyak cowok2 tertarik kepadanya. Tak ada satupun keluargaku yang mengetahui tentang kemampuanku menghipnotis orang. Dan lucunya, hal itu menjadi iseng ketika aku mencoba kepada mbak Ratih.
Pulang dari kuliah mbak Ratih dianter ama pacarnya. Namanya Tono. Tampak mbak Ratih orangnya sangat tertutup dengan orang lain. Dan karena pakaiannya sopan dan sikapnya yang baik, orang-orang enggan kepadanya. Dan kuliah Tono pun orangnya juga baik-baik, teman sekampusnya, baru jadian seminggu. Hari itu ndak ada ayah dan ibu. Ayah dan ibu pergi ke arisan keluarga, pulang baru hari kamis. Total seminggu di rumah kami sendirian, hanya ditemani Denok, pembantu kami.
Mbak Ratih langsung masuk ke kamar, ganti baju, dan mandi. Setelah makan malam, kami berdua nonton tv. Mbak Ratih tampak kecapekan, aku bisa melihat raut wajahnya yang kusut.
“Gimana kampusnya mbak?”, tanyaku.
“Capek dik”, katanya. “Banyak sekali kegiatan.”
“Sudah semester 2 kan, harusnya lebih bersemangat lagi”, kataku.
“Ntar juga kamu bakal ngerasain koq yang namanya kuliah gimana”, katanya.
Aku manggut-manggut. TV menampilkan film action. Kami berdua menontonnya tanpa bicara. Sampai kemudian ketika iklan aku nyeletuk.
“Kak, aku barusan belajar hipnotis nih, mau aku hipnotis?”, tanyaku sambil nyengir.
Dia menatapku dengan tatapan aneh.
“Belajar dari mana?”
“Dari internet, belom dicoba sih tapi boleh dong kalau kakak jadi orang yang dicoba”, kataku.
“Hahahah, aku ndak percaya ama yang begituan”, katanya.
Aku lalu mengeluarkan papan yang bergambar spiral. Lalu menyerahkannya ke kakakku.
“Apa nih?”, tanyanya.
“Objeknya, coba aja lihat, klo bisa dan berhasil ya berarti berhasil”, kataku.
“Kayaknya seru nih, paling juga nggak bisa”, katanya sambil tertawa.
“Sudah lihat saja itu gambarnya, mulai ya?”, kataku.
“OK”, ia masih ketawa kecil.
Ia sebenarnya tak tahu, inti dari hipnotis adalah mendapatkan ijin dari korban. kalau korban sudah menyetujui, selanjutnya tinggal dari ucapan dan perintah kita saja, sampai ia benar-benar dalam kekuasaan kita. Korban bisa menyetujui dengan cara mengiyakan dihipnotis, ataupun dengan cara menyetujui ketentuan yang kita berikan atau perintah yang kita berikan. Dan kakakku sudah masuk ke situ.
“Bayangin saja itu spiral adalah sebuah jalan, kakak ada di pinggir ujung spiral, lalu tujuan kakak adlah ke tengah spiral itu.”, kataku.
Mbak Ratih melihat gambar spiral yang ia pangku tersebut. Ia mengurutkan garis spiral dari pinggir, lalu ke tengah secara perlahan.
“Jangan hiraukan suara lain selain suaraku”, kataku. Ini adalah lapis perintah kedua. Artinya, apabila seseorang sadar dari hipnotis, maka ia harus melewati kesadaran berlapis dulu baru sadar sepenuhnya.
Aku lalu mencobanya konsentrasinya. Aku keraskan volume tv sejenak. Mbak Ratih tak beranjak dari papan spiral itu. AKu paling tidak harus melakukan lima lapis kesadaran.
“Kemudian, satu-satunya yang mbak patuhi adalah suaraku, setelah aku panggil nama mbak diulang tiga kali. Ratih, ratih ratih!”, kataku. “Kalau mengerti mengangguklah!”
Mbak Ratih mengangguk.
“Kemudian, mbak akan sampai kepada titik tengah spiral. Apabila sudah sampai, mbak akan terasa lelah, matanya sangat berat dan mengantuk. Maka tidurlah!”, kataku.
Tak berapa lama kemudian mbak ratih tertidur di sofa, ia tampak benar-benar . Aku mengecilkan volume tv. Dia sudah dalam lapis keempat. Lapis kelima sekarang.
“Mbak akan mematuhi apapun yang saya inginkan dan katakan, apabila aku bertepuk tiga kali lalu memanggil namamu tiga kali, Ratih, ratih, ratih, segera sadar dari pengaruh hipnotisku. Kalau mengerti mengangguklah!”, kataku.
Ia mengangguk. Bagus deh. Artinya kalau ingin sadar ia harus melewati lima kali kesadaran. Dan itu tidak mudah.
Aku pun mencoba iseng. Sebenarnya aku udah lama ingin melihat toketnya mbak Ratih yang terlihat menonjol dari Kaosnya itu.
“Ratih, ratih, ratih”, panggilku.
Mbak Ratih menjawab, “iya”.
“Buka BHmu dan tunjukin dadamu”, kataku.
Mbak Ratih pun dengan mata terpejam meraih tali Bra-nya di punggung. Lalu ia menaikkan kaosnya. Tampaklah olehku pemandangan yang sudah sangat lama ingin aku lihat. Mulusnya bongkahan putih itu. Dadanya putih, putihnya pink. Sempurna dan gedhe. Aku lalu menyentuhnya, kuremas dan kutekan putingnya itu. Ohh…rasanya luar biasa. Aku lalu mendekatkan diriku ke dadanya, kuciumi dada itu.
Kukecup lembut, kuhisapi pentilnya. Mbak Ratih hanya mendesah, dalam pengaruh hipnotis ia bisa merasakan sensasi ini. Aku lalu menghentikan aktivitasku. Wah, kalau ketahuan Denok berabe nih. Aku lalu mematikan tv dan membopong mbak Ratih. Aku masuk ke kamarnya dan kuletakkan ia di atas ranjang. Aku kunci pintu kamarnya lalu melakukan apa yang aku lakukan tadi di sofa.
“Oh…Mbak…hmmm”, aku mengenyot putingnya bergantian, kiri dan kanan. Mbak Ratih hanya naik turun nafasnya, mendesah.
“Kalau memang enak, mbak boleh menggerakkan badan sesuka mbak, tapi mata tetap tertutup ya!”, kataku.
Benarlah, mbak ratih mulai meremas kepalaku. Ia seakan-akan tak mau melepaskan kenikmatan ini. Dadanya aku ciumi dengan rasa sayang, dan ketika aku jilati bagian pinggir payudaranya, ia menggelinjang hebat, sepertinya itu G-spotnya, aku teruskan dan ia makin mencengkram kepalaku, ia peluk erat kepalaku. Aku lalu bergelirnya ke perutnya, kuciumi pusarnya, lalu aku tatap wajahnya. Cantik sekali mbak Ratihku ini.
Aku ingin sekali mencium mbak Ratih dari dulu, aku lalu menempelkan bibirku ke bibirnya. Mulutnya yang sedikit terbuka aku jelajahi dengan lidahku. Kuhisap salivanya dan kutelan. Kuciumi apapun yang ada di wajahnya. Bau rambutnya sangat harum dan aku masih meremas toketnya yang gedhe tadi.
Penisku sudah on dari tadi sebenarnya. Aku lalu melepas celanaku hingga tubuh bagian bawahku telanjang.
“Mbak Ratih sekarang duduk”, kataku.
Mbak Ratih lalu duduk, masih memejamkan matanya dan lemas. Aku tuntun tangannya memegang penisku, oh nikmat sekali.
“Mbak anggap yang mbak pegang ini lolipop, kulumlah tapi jangan digigit, jilati dan hisap!”, kataku.
Mbak Ratih lalu membungkuk. Aku yang duduk di atas ranjang itu hanya melihat aksinya. Mula-mula ia jilati penisku persis seperti lolipop. Lalu ia kulum…..aawwww…itu lidahnya menari-nari di dalam mulutnya. Ia jilati punyaku seluruhnya hingga basah.
“Mbak boleh mengocok pake mulut kalau mau”, kataku.
Dan mbak Ratih nurut saja, kini kocokan mulut, hisapan dan jilatan menyatu membuat sensasi penisku serasa ngilu. Aku masih perjaka lagian. Ohh…nikmat banget. Aku meremas toketnya dengan gemas. Mbak Ratih pelan sebenarnya oralnya, cuman enak banget, bener-bener penisku dijadiin lolipop. OOuuuwwww,….mau keluar nih……
“Kalau sesuatu keluar, telan ya”, kataku.
Ooowww…ndak kuat lagi…aaaaaa…aaa…AAAAHHHH H…Croott..croott.. ..crooot…croott…Muncratlah pejuhku di dalam mulutnya. Ia menghentikan aktivitas ngocok dan menjilati spermaku. Lalu ia telah semuanya. Aku bisa mendengar suara tenggorokannya menelan sesuatu. Glup.
Aku lemas.
“Sudah mbak. Sekarang mbak tidur saja!”, kataku. Mbak Ratih berbaring. Aku membetulkan branya, lalu aku memakai celanaku lagi. “Mulai sekarang mbak kalau aku panggil patuh pada perintahku, mengerti?”
Mbak Ratih mengangguk.
“Baguslah, sekarang hitung sampai seratus lalu sadar”,kataku.
“Satu….dua…tiga…”, mbak Ratih mulai menghitung. Aku lalu keluar kamarnya dan masuk ke kamarku. span style=”text-decoration: underline;”>artseks.com
Lemes deh….nikmat banget mbak Ratih sepongannya.
Esoknya hari minggu. Mbak Ratih keluar kamar dengan wajah sayu. Ia tak sadar apa yang terjadi tadi malam. Aku menonton film kartun saat itu. Aku menoleh kepadanya.
“Kemarin aku koq bisa ada di kamar ya?”,tanyanya.
“Lha, kan mbak sendiri yang masuk kamar”, kataku.
“Ahh…ndak inget”, katanya.
Hari itu mbak Ratih ada acara keluar jalan-jalan bersama teman-temannya. Jadilah aku di rumah sendirian. Hanya ada Denok di rumah menemaniku. Oiya. Denok ini cewek masih single, usianya sudah 34 tahun. Dan dia jadi pembantu di rumah ini sudah lama. Denok sendiri seorang janda, anaknya berada di desa diasuh oleh orang tuanya. Dan di kota ia mencari penghidupan yang layak. Aku kemarin bisa menghipnotis mbak Ratih, apakah bisa juga kepada Denok? Iseng lagi ah….
“Denoook!”, kataku.
“Ya Den”, katanya.
Ia memakai T-Shirt dan celana pendek. Tubuhnya sintal, ndak gemuk, juga ndak kurus. Toketnya biasa saja sih, wajahnya juga ndak jelek-jelek amat. Hitam manis kalau boleh kunilai.
“Lagi ngapain?”, tanyaku.
“Lagi bersihin dapur”, kata Denok. “Perlu apa Den?”
“Coba duduk sini”, kataku.
Denok bertanya-tanya, mau apa majikannya ini.
“Aku sedang belajar hipnotis nih, boleh nggak jadi subjeknya?”, tanyaku.
“Emang bisa?”, tanyanya.
“Yaaa….namanya juga nyoba. Tenang aja deh ndak bakal aku apa-apain, lagian juga belum tentu berhasil”, kataku.
“Aden ini ada-ada saja, udah ah, mau lanjutin kerjaan saja”, katanya.
“Eeee…tunggu dulu, sebentar saja koq. Kalau tidak bisa ya udah”, kataku. “Tapi cuman sebentaaar saja”
Denok menghela nafas. Ia agak aneh juga, bahkan mungkin ia mengira aku tak akan berhasil.
“Baiklah, pertama aku ingin dirimu rileks dulu”, kataku.
Denok menghela nafas lagi. Ia mungkin mengira ini cuma permainan anak kecil yang harus ia turuti. Maklum sejak kecil ia sudah bekerja di sini.
“Bukan begitu Denook, yang rileks, santai gitu lho”, kataku.
“Iya, iya”, katanya.
Tak perlu kuceritakan lagi bagaimana langkah-langkah hipnotisku. Sebab caranya sama seperti apa yang aku lakukan kepada mbak Ratih. Dan…..Denok sudah dalam pengaruhku. Berhasil juga ternyata kepada pembokat sendiri. Kini Denok hanya menatap dengan tatapan kosong. Siap menerima perintahku. Aku mulai horni nih.
“Denok, denok, denok”, kataku.
“Iya den”, jawabnya dengan tatapan kosong.
“Kamu patuh kepada perintahku? ”
“iya”, katanya sambil mengangguk.
“Apa pendapatmu tentang diriku?”, tanyaku.
“Aden itu orangnya suka males, dan kelakuannya jelek. Suka godain diriku, pokoknya ndak suka deh”, kata Denok. wah, ternyata dia ndak suka kepadaku. “Dulu waktu kecil sih lucu, setelah gedhe aden jadi nakal, suka keluyuran kemana-mana, padahal kalau baik Denok pasti suka”.
“Ini jujur?”, tanyaku.
“Iya”, kata Denok.
Aku koq jadi gemes dengan pembokatku ini.
“Baiklah buka bajumu!”, kataku.
Lanjut ke halaman berikutnya…
Pages: 1 2